detikgadget.com – Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) hampir mencapai tahap pengesahan oleh DPR sebagai undang-undang melalui rapat paripurna. Hal ini terjadi setelah Komisi III DPR dan Pemerintah mengadakan rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I revisi UU MK pada Senin, 13 Mei 2024. Rapat pleno ini dilaksanakan pada masa reses DPR, yang berarti belum memasuki masa sidang baru.
” Baca Juga: Kemacetan Parah di Tanjung Priok Akibat Kebakaran Kontainer “
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Sudding, menjelaskan percepatan pengambilan keputusan ini. Pada Selasa, 14 Mei 2024, DPR akan mengadakan rapat paripurna pembukaan masa sidang. Namun, agenda rapat yang dipublikasikan hanya mencantumkan pidato Ketua DPR, Puan Maharani, tanpa menyebutkan pengesahan revisi UU MK. Pembahasan revisi ini sebelumnya kontroversial karena prosesnya yang tidak transparan dan substansinya yang diperdebatkan.
Perubahan Masa Jabatan dan Usia Hakim
Revisi UU MK berusaha mengubah beberapa materi penting yang ada dalam UU MK saat ini, salah satunya mengenai masa jabatan hakim konstitusi. Masa jabatan yang semula maksimal 15 tahun atau hingga usia 70 tahun akan dikembalikan menjadi 5 tahun. Untuk hakim yang sedang menjabat, lembaga pengusul akan menentukan nasib mereka melalui permintaan konfirmasi. Selain itu, usia minimal hakim konstitusi dikhawatirkan akan diubah dari 55 tahun menjadi 60 tahun.
Menko Polhukam saat itu, Mahfud MD, berpendapat bahwa revisi ini dapat merugikan hakim konstitusi yang usianya belum mencapai 60 tahun, seperti Guntur Hamzah, Saldi Isra, dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Mahfud menilai, perubahan ini merugikan hakim yang sedang menjabat dan oleh karena itu, pemerintah pada waktu itu tidak menyetujuinya. Revisi UU MK ini sudah mengalami tiga kali perubahan, yang selalu terkait dengan usia dan masa jabatan hakim.
Pembahasan yang Tidak Transparan
Pembahasan revisi UU MK seringkali dilakukan secara tertutup, menarik perhatian publik. pembahasan revisi ini dilakukan di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada 28-29 November 2023, bukan di ruang kerja Komisi III. Rancangan ini tidak termasuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, namun ditargetkan selesai pada 5 Desember 2023. Mahfud MD mengaku terkejut dengan langkah DPR yang membahas revisi tersebut tanpa ada unsur kegentingan.
” Baca Juga: Yusuf Mansur Bersuara Setelah Pencabutan Izin Paytren oleh OJK “
Menurutnya, jika memang ada kegentingan, seharusnya menggunakan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Ia mengatakan, pemerintah belum menandatangani pembahasan di tingkat 1 karena belum sepakat dengan aturan peralihan yang ingin dicapai dalam revisi UU MK.
Persetujuan Pemerintah dan Rapat Pleno
Pada Senin, pemerintah akhirnya menyetujui pasal-pasal peralihan yang sebelumnya mengalami deadlock, seperti disampaikan oleh Sarifuddin Sudding. Dalam rapat pleno yang diadakan di Gedung DPR, pemerintah hadir melalui Menko Polhukam Hadi Tjahjanto dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly. Sudding mengaku tidak mengetahui alasan rapat digelar saat masa reses.
Dia juga tidak bisa memastikan kapan rapat paripurna terdekat untuk mengesahkan revisi UU MK akan diadakan. Sebelumnya, revisi UU MK sudah direncanakan untuk disahkan pada 5 Desember, namun agenda tersebut tidak terlaksana. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan keputusan penundaan diambil berdasarkan kesepakatan fraksi-fraksi, bukan karena surat dari Menko Polhukam saat itu, Mahfud MD.