detikgadget.com – Sebuah pabrik bakso di wilayah Bekasi, Jawa Barat, memilih untuk menggunakan jeroan sapi sebagai bahan baku utama. Alih-alih daging sapi murni dalam upaya untuk menekan biaya produksi. AKBP Victor Inkiriwang, Kasubdit I Indag Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, mengonfirmasi hal ini pada Rabu (7/8/2024). Pabrik tersebut menggunakan jeroan dari bagian leher atau kerongkongan sapi serta tepung tapioka sebagai bahan utama dalam produksi bakso. Tindakan ini diambil dengan tujuan untuk membuat proses produksi lebih ekonomis dan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan.
” Baca Juga: Tantangan Dalam Uji Coba Program Makan Bergizi Gratis “
Keuntungan Besar dari Cara Licik
Cara licik ini memberikan keuntungan yang signifikan bagi pabrik yang dikelola oleh pria berinisial MT (43). Dengan menggunakan bahan baku yang lebih murah, MT mampu meraup keuntungan hingga Rp 15 juta per bulan dari produksi bakso kemasan. “Pemilik pabrik mendapatkan tambahan keuntungan sekitar Rp 15 juta dari penggunaan bahan jeroan dan tepung dalam pembuatan bakso,” ujar AKBP Victor Inkiriwang. Keuntungan tersebut sepenuhnya masuk ke kantong pribadi MT, yang terus memanfaatkan bahan-bahan murah ini untuk meningkatkan marjin keuntungannya.
Ketiadaan Izin dan Sertifikasi
Selain tidak menggunakan daging sapi murni, bakso yang diproduksi oleh pabrik MT juga tidak memiliki izin edar yang resmi. Pabrik ini juga tidak memiliki sertifikasi halal dan tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang seharusnya menjadi standar dalam produksi makanan di Indonesia. “Saat ini, bakso kemasan dari pabrik ini tidak memiliki izin edar, sertifikat halal, dan sertifikasi dari BPOM,” jelas Victor. Hal ini menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan tidak hanya menipu konsumen, tetapi juga melanggar berbagai regulasi yang ada.
” Baca Juga: Kebocoran Pipa Gas di Kuningan Sebabkan Kemacetan Parah “
Tindakan Hukum Terhadap Pelaku
Atas perbuatannya, MT telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak berwenang. Ia dikenakan berbagai pasal hukum, termasuk Pasal 141 dan Pasal 142 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, serta Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tindakan MT dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap regulasi pangan dan perlindungan konsumen di Indonesia, yang bisa berakibat pada hukuman berat. Pihak kepolisian terus menyelidiki kasus ini untuk memastikan bahwa pelanggaran serupa tidak terjadi lagi. Dan untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak memenuhi standar kesehatan dan keamanan.